Juli 24, 2024
manuskrip

Manuskrip Kitab Tajwid dan dan Qira'ah Sab'ah tulisan Kiai Abdus Syakur tersimpan dengan baik di Pondok Pesantren Al Yasir, Mbareng, Kudus, Jawa Tengah. Foto-Istimewa.

ALBANJARI.COM, MARTAPURA – Manuskrip Kitab Tajwid dan dan Qira’ah Sab’ah tulisan Kiai Abdus Syakur tersimpan dengan baik di Pondok Pesantren Al Yasir, Mbareng, Kudus, Jawa Tengah. Manuskrip berumur ratusan tahun itu setidaknya mengungkap siapa penulis dan gurunya.

Disebutkan akun Facebook Moh Hammad pada postingannya Minggu (3/7/22) kemarin, pada manuskrip tua tersebut terdapat pengakuan Kiai Abdus Syakur tentang siapa gurunya di bidang tajwid dan Al-Qur’an.

“Dalam salah satu manuskrip kitab tajwid dan qiraah sab’ah peninggalan Kiai Abdusy Syakur tertulis, bahwa beliau belajar tajwid dan al-Qur’an kepada Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Kam (الكم),” tulis Moh Hammad.

Syekh Muhammad Arsyad yang dimaksud dalam manuskrip tersebut, kata dia, dapat dimungkinkan adalah Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 M) dan “الكم” (Al-Kam/kaf mim) di situ besar krmungkinan singkatan dari “Kalimantan”.

Hipotesa ini didukung dengan beberapa fakta:

Fakta pertama, kesamaan nama dan nama orang tua.

Fakta kedua, adalah penggunaan bahasa Melayu yang tertulis dalam kitab manuskrip tersebut.

Fakta ketiga, thariqah yang diikuti oleh Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Kam, yang tertulis pada manuskrip tersebut, sama dengan thariqah yang diikuti Syekh Muhammad Arsyad Albanjari; yakni, keduanya sama-sama mengikuti thariqah Sammaniyah.

Fakta keempat, adalah periodik kehidupan Kiai Abdusy Syakur murid Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Kam, semasa dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.

Fakta keempat ini didukung dengan ditemukannya fakta lain berupa selembar kertas (semacam sertifikat) tanda ziarah makam Rasulullah SAW milik Kiai Abdusy Syakur, yang mendapat stempel langsung oleh mufti Madinah pada saat itu, yakni Syekh Ja’far al-Barzanji yang lahir pada 1716 dan wafat tahun 1765 M. Sedangkan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari hidup antara tahun 1710 M sampai 1812 M. Artinya, ketiga tokoh tersebut saling terhubung.

“Dari beberapa fakta ini dapat disimpulkan bahwa Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Kam dan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari ini adalah dua nama bagi satu orang,” cetusnya.

Temuan ini, sambung Moh Hammad, adalah sejarah tertulis paling tua sementara ini untuk menggambarkan geneologi sanad al-Qur’an dan keilmuan di pondok Mbareng.

“Dan kalau benar sanad ini adanya, maka sanad ini diturunkan melalui putra Kiai Abdusy Syakur, yakni Kiai Ahmad Engklek, dan kepada putranya, Kiai Yasir,” jelasnya.

“Temuan lain yang mendukung adanya sanad al-Qur’an Kiai Abdusy Syakur ini adalah ditemukannya Manuskrip Mushaf Al-Qur’an Ponpes Al-Yasir. Yang ditulis awal abad 19, sekitar tahun 1820,” tambah Moh Hammad.

Penulis: Muhammad Bulkini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *