albanjari.com, MARTAPURA – Bulan Syawal dalam penanggalan Hijriyah kerap dijadikan momentum para ulama terdahulu dalam melakukan rihlah, menapaki jejak langkah Rasulullah SAW.
Merawat tradisi baik tersebut, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Banjar pun melakukan rihlah ke Pantai Batakan, Tanah Laut, yang di antaranya diisi dengan ziarah ke Makam Datu Pamulutan, Sabtu (3/4/2023).
“Menurut cerita murid dari Syekh Yasin Al Fadani, beliau (Syekh Yasin) sering mengajak murid-murid beliau rihlah, menjalani jejak-jejak atsar Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Begitu juga dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Makkah,” ujar Rais Syuriah NU Kabupaten Banjar, KH Muhammad Husein.
Selain sebagai bentuk ittiba dengan para ulama tersebut, kegiatan ini juga diharapkan dapat membina silaturahmi antar pengurus.
“Mudah-mudahan silaturahmi kita ini mendapat keberkahan dan ridha Allah SWT,” ucap Abah Amat –akrab KH Muhammad Husein disapa–.
Senada dengan apa yang disampaikan Abah Amat, Ketua PCNU Banjar, Ustadz Nuryadi pun mengungkapkan harapannya, agar keharmonisan hubungan silaturahmi antar pengurus tetap terjaga, terlebih sebentar lagi digelarnya pemilu 2024.
“Semoga situasi panas menjelang Pemilu tidak berdampak pada keharmonisan hubungan keluarga besar PCNU Kabupaten Banjar,” ucapnya.
Ustadz Nuryadi mengingatkan bahwa NU secara organisasi tidak berpolitik praktis, namun masing-masing individu (di pengurus NU Banjar) dipersilakan untuk memilih pilihannya masing-masing.
Datu Pamulutan
Makam Datu Pamulutan berada di sebuah pulau yang berada di wilayah Tanjung Dewa, Batakan. Pulau tersebut kemudian dikenal dengan Pulau Datu.
Datu Pamulutan, menurut penuturan penjaga makam, Saiful Bahri, bernama Sultan Hamidinsyah, namun dalam berdakwah ia memakai nama H. Muhammad Thaher.
Masih menurut Saiful Bahri, Sultan Hamidinsyah adalah seorang raja di Kerajaan Samudera Pasai, Sumatera. Dia berdakwah di wilayah Kalimantan Selatan termasuk di wilayah Martapura.
“Sebelum masa Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,” ujarnya.
Namun penuturan penjaga makam ini sedikit berbeda dengan penuturan Mantan Kepala Desa Batakan, H Hasan dan tokoh setempat H. Gusti Kaderi di peloporkrimsus.com. Dalam tulisan tersebut mereka menyebut Datu Pamulutan adalah salah satu Sultan di Kerajaan Banjar yang datang dari Martapura.
Dalam menyebarkan dakwah, sambung Saiful Bahri, Datu Pamulutan suka berburu burung di wilayah Batakan. Cara yang digunakan dalam berburu dikenal dengan Pulut; semacam perangkap menggunakan getah untuk melengketkan burung yang hinggap di alat tersebut.
Untuk diketahui, pelaku yang sering melakukan perburuan burung dengan cara Pulut, disebut Pamulutan. Inilah kiranya asal julukan dari Datu Pamulutan.
Dalam dakwahnya, Datu Pamulutan pulang pergi dari Martapura ke Tanjung Dewa Batakan setiap harinya.
Kepada murid-muridnya, Datu Pamulutan berwasiat, apabila meninggal dunia dimakamkan di sebuah tempat yang dibatasinya dengan garisan kaki. Garis yang dibuat datu Pamulutan dengan kaki tersebut di kemudian hari menjadi aliran laut yang memisahkan wilayah makamnya dengan daratan (Menjadi sebuah pulau).
Datu Pamulutan wafat diperkirakan pada tahun 1717 M, ada pula yang menyebutnya 1817 M. Peringatan kewafatannya diperingati di Rabiul Awwal.
“Dulu pernah Abah Anang (KH) Dzajouly dan Guru Zarkasi yang memimpin haul,” ucap Syaiful.
Syaiful Bahri sendiri adalah penjaga makam ketujuh, menggantikan ayahnya, Jahri. “Penunggu makam pertama, H. Ali. Kedua, Guru Ahmadi. Ketiga, Kai Seni. Keempat Kai Galib. Kelima Kai Burhan. Keenam Abah Ulun Jahri, dan Musa,” jelas Alumni Pondok Pesantren Darussalam Martapura ini.
Muhammad Bulkini