ALBANJARI.COM, MARTAPURA – Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa Kabupaten Banjar membuka pendaftaran kepada masyarakat umum untuk bergabung dan mengikuti pelatihan beladiri dari Pagar Nusa Kabupaten Banjar.
Syarwani, salah satu dewan pelatih Pagar Nusa Kabupaten Banjar mengatakan tujuan Pagar Nusa adalah berkhidmat untuk NU melalui jalur pencak silat.
“Adanya pencak silat, sebagai benteng murni, benteng terakhirnya Nahdlatul Ulama” ucapnya.
Ia mengungkapkan, di Pagar Nusa juga ada belajar ilmu tenaga dalam, yang in syaa Allah aman.
“Belajar tenaga dalam dari pencak dzhahir pencak bathin, itu ada di Pagar Nusa, in syaa Allah jalurnya aman,” ungkapnya kepada kru Albanjari.com pada Sabtu (20/8/2022) malam.
Syarwani menjelaskan, Pencak Silat Pagar Nusa ini lebih mengarah kepada beladiri sambil berdakwah.
“Pencak silat di Pagar Nusa ini lebih ke beladiri sambil dakwah. Perekrutan kita lebih ke muslim, sehat jasmaninya, zahir bathin sehat wal afiyat, siap membesarkan NU lewat pagar nusa, siap segala arahan dari Pagar Nusa, terkhususnya dari Nahdlatul Ulama,” bebernya.
“Untuk jadwal latihan, malam minggu khusus di depan gedung NU samping bakso batuah, untuk putri pagi minggu di depan Islamic Center Sungai Paring, kalau malam rabu latihan gabungan antara putra dan putri di depan Islamic Center Langgar Al Istiqamah,” pungkasnya.
Jika ingin mendaftar bisa menghubungi nomer dibawah ini
Kang Saleh 0819-4423-3202
Sejarah Berdiri dan Pagar Nusa
Melansir dari NU Online, menurut Ensiklopedia NU, Pagar Nusa bertugas menggali, mengembangkan, dan melestarikan seni bela diri pencak silat Indonesia.
Nama resminya adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa kemudian sekarang membuang kata ikatan, menjadi Pencak Silat NU. Sedangkan Pagar Nusa sendiri berarti pagarnya NU dan bangsa.
Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.
Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren. Padahal, pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan dan kegiatan pesantren.
Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut.
Kiai atau ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan bela diri.
Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak silat. Di sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun kepercayaannya. Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling mengklaim sebagai yang terbaik serta terkuat.
Para ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus Maksum Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai tokoh ilmu bela diri. Pada 27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU yang khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan.
Kemudian terbitlah Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember 1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986. Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 3 Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai ketua umumnya.
Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian mengusulkan nama Pagar Nusa.
Nama “Pagar Nusa” berasal dan KH Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang NU. KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”.
Reporter : Anwar Syarif
Editor : Muhammad Abdillah