November 9, 2025
IMG-20250609-WA0033

Gambar ilustrasi (sumber: muhammad hatim)

Albanjari.com, Martapura – Sering kali kita dapati di berbagai platform media seperti Televisi, Instagram, Facebook, dan YouTube, para da’i dan da’iyah masih keliru dalam membaca Al-Qur’an, atau yang lebih kita kenal dengan ilmu tajwid. Hal ini menjadi permasalahan serius, sebab kredibilitas seorang pendakwah tak jarang dinilai dari bacaan Al-Qur’annya. Tentunya tidaklah patut jika seorang pendakwah hanya mampu menyampaikan nasihat panjang lebar dan mengutip banyak dalil dari Al-Qur’an, namun bacaan Al-Qur’annya masih keliru.

Kondisi ini selaras dengan firman Allah Swt dalam Surah Al-Muzzammil (73:4) yang berbunyi

“ورتل القرآن ترتيلا”

Artinya : “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil.”

Ayat ini menegaskan bahwa tartil bukan sekadar membaca Al-Qur’an secara perlahan, melainkan juga harus disertai tajwid yang benar.

Kita juga bisa menemukan keistimewaan orang yang ahli atau mahir membaca Al-Qur’an dalam hadist, diantaranya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwa Rasulullah pernah bersabda:

الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ

Artinya: “Seorang yang mahir membaca Al-Quran akan bersama para Malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah. Adapun yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan masih terasa sulit atasnya bacaan tersebut, maka baginya dua pahala.”

Di antara poin yang bisa diuraikan pada hadits tersebut adalah: Orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan diberikan ganjaran pahala yang besar berupa bersama para Malaikat yang mulia dan selalu taat kepada Allah.
Sedangkan yang membaca Al-Qur’an masih terbata-bata, Allah Swt akan berikan dua pahala baginya.

Secara umum, seorang pendakwah yang membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang tidak benar (bacaan yang tidak benar) tidak diperbolehkan. Membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar merupakan fardlu ‘ain bagi setiap muslim, terlebih lagi bagi para pendakwah.

Sebagai sosok yang menjadi panutan, seorang pendakwah seharusnya mampu memberikan contoh baik dalam setiap aspek ibadah, tak terkecuali dalam hal membaca Al-Qur’an. Hal ini bisa kita lihat dalam kitab Muqoddimat Al-Jazariyyah, karya imam Ibn Al-Jazari (1350 M/751 H – 1429M/833 H) salah seorang pakar qira’at dan tajwid pada masanya, beliau menyatakan:

وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لَازِمُ # مَنْ لَمْ يُصَحِّحِ القُرْآنَ آثِمُ
لِأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلَا # وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا وَصَلَا

Artinya: “Menerapkan tajwid itu adalah kewajiban yang pasti, barang siapa tidak membenarkan bacaan Al-Qur’an, maka ia berdosa, karena dengan tajwid inilah Allah menurunkan Al-Qur’an, dan seperti itulah (dengan tajwid pula) Al-Qur’an sampai kepada kita (dari Rasulullah).”

Dari bait sya’ir ini, para ulama sepakat tentang pentingnya ilmu tajwid bahkan menjadikannya fardlu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimah yang ingin membaca Al-Qur’an.

Bagaimana tidak, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam juga sebagai mukjizat terbesar Rasulullah Saw, bahkan untuk membacanya saja tidak bisa sembarangan, ada ilmu yang harus kita jadikan dasar untuk membacanya, sangat tidak elok Al-Qur’an dibaca berlandaskan kehendak diri (baca: nafsu) tanpa adanya aturan dari nabi dan ulama.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika nasihat-nasihat penuh hikmah yang disampaikan oleh para pendakwah turut disandingkan dengan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca dengan indah dan tajwid yang benar, karena yang demikian itu merupakan suatu kewajiban yang seharusnya sudah kita pelajari sejak usia belia. Wallahu a’lam bissawab.

Kontributor : Muhammad Hatim
Editor : Muhammad Fahrie

cropped-Coklat_Hitam_Simpel_Kata_Motivasi_Kiriman_Instagram__16_-removebg-preview
Admin Albanjari