
Gedung PDF PP. Darussalam Martapura (Foto: Ahmad Mursyidi)
Albanjari.com, Martapura – Bagi sebagian orang, sistem pendidikan pesantren dianggap jumud, kolot, ketinggalan zaman, bahkan dianggap ketinggalan zaman.
Pesantren dianggap hanya fokus mempelajari kitab klasik (turots), tidak mempelajari pelajaran umum yang menurut mereka dibutuhkan di dunia kerja dan kehidupan sosial.
Ijazah pesantren belum mendapat pengakuan yang serius dari pemerintah sehingga untuk bersaing dengan mereka yang sekolah formal (SD, SMP dan SMA) di dunia kerja menjadi kendala tersendiri.
Jika diperhatikan, jebolan pendidikan pesantren justru tampil dengan kualitas. Jebolan pesantren tidak kalah saing, baik di dunia kerja, bisnis, kehidupan sosial, maupun politik.
Banyak alumni pesantren yang berkarir dan bekerja di perusahaan-perusahaan besar, seperti menjadi manajer, staf administrasi dan lain sebagainya.
Di dunia bisnis santri jebolan pesantren banyak yang sukses menjadi pengusaha handal. Para santri mampu mengelola usaha sebagai bisnis owner di berbagai bidang.
Bahkan banyak juga yang menjadi wirausahawan membuka usaha kecil-kecilan, warung kelontong, menjual pulsa dan sebagainya.
Kemudian, dalam kehidupan sosial anak pesantren tampil sebagai garda terdepan urusan keagamaan seperti jadi imam sholat, memimpin tahlil, rukun kematian, membangun pesantren/madrasah dan majelis lewat kajian dan ceramah agama sehingga terkenal sebagai tokoh agama.
Dalam kancah perpolitikan Indonesia anak-anak pesantren pun mampu bersaing baik dari yang paling bawah menjadi kepala desa hingga menjadi presiden dan wapres, seperti presiden keempat RI (1999-2001) Abdurrahman Wahid (Gusdur), wapres ke-13 RI (2019-2024) Ma’ruf Amin dan banyak lagi tokoh-tokoh santri di dunia perpolitikan Indonesia.
Tapi, semua itu tidak cukup meyakinkan sebagian masyarakat tentang kualitas dunia pesantren. Padahal kalau dilihat dari segi kurikulum pesantren menitikberatkan pada pembentukan akhlak, spiritualitas, dan pemahaman agama untuk bekal di dunia maupun akhirat. Santri dididik untuk menjadi pribadi yang saleh dan mandiri, dengan fondasi kuat dalam ilmu-ilmu keislaman.
Bagaimana agar pesantren tidak dianggap sebelah mata oleh sebagian orang dan ijazahnya diakui pemerintah?
Sebagai respons terhadap kebutuhan legalitas dan kesetaraan pendidikan, pemerintah melalui Kementerian Agama menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 372 Tahun 2002 dan diperbarui menjadi KMA No. 18 Tahun 2014 yang kemudian disempurnakan dengan KMA No. 184 Tahun 2019.
Regulasi ini membuka jalan bagi pesantren untuk menyelenggarakan Pendidikan Diniyah Formal (PDF) setingkat Ula (MI/SD), Wustha (MTs/SMP), dan Ulya (MA/SMA).
PDF mengintegrasikan kurikulum keislaman tradisional pesantren dengan struktur jenjang pendidikan formal, sehingga lulusan pesantren memiliki ijazah yang diakui negara tanpa mengorbankan identitas keilmuannya.
Berbeda dengan PDF, Sistem Pendidikan Muadalah (SPM) adalah pengakuan terhadap sistem pendidikan pesantren yang khas dan otentik, tanpa harus meniru sistem pendidikan nasional. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pendidikan muadalah mendapatkan legitimasi penuh dari negara.
Ijazah muadalah diberikan kepada santri yang menyelesaikan studi di pesantren yang telah mendapatkan izin muadalah dari Kementerian Agama. Sistem ini mempertahankan keunikan pesantren seperti kitab kuning, tanpa intervensi kurikulum nasional, namun tetap mendapatkan pengakuan kesetaraan dengan jenjang pendidikan formal.
Baik PDF maupun muadalah, keduanya menjadi jembatan penting agar pesantren tidak hanya diakui secara sosial dan keagamaan, tetapi juga diakui secara administratif dan akademik oleh negara.
Hal ini membuka peluang bagi para santri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau terjun ke dunia kerja dengan ijazah yang legal.
Di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman yang begitu cepat, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tetap memegang peranan penting dalam mencetak generasi berakhlak mulia. Dua sistem pendidikan yang saat ini berkembang tersebut dan mendapat pengakuan resmi dari negara yaitu Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan Sistem Pendidikan Muadalah (SPM) adalah merupakan upaya untuk memajukan pesantren dan santri agar siap terjun dan berkontribusi setelah berhasil menyelesaikan pendidikan pesantren nanti, baik di dunia kerja ataupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Keduanya lahir dari rahim pesantren, namun memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda. Santri yang mengikuti PDF maupun SPM akan mendapatkan dua ijazah yaitu ijazah dari pesantren dan ijazah dari kesetaraan sekolah umum (SD, SMP, SMA).
Pendidikan Diniyah Formal (PDF) merupakan bentuk pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pesantren, namun dengan mengikuti standar kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Jenjangnya meliputi ula (setara SD/MI), wustha (setara SMP/Mts), dan ulya (setara SMA/MA). PDF hadir untuk menjawab kebutuhan santri yang ingin mendapatkan pendidikan agama secara mendalam sekaligus memiliki ijazah yang diakui secara nasional.
Sehingga mata pelajaran yang mereka terimapun tidak hanya kurikulum pesantren yang berisi pelajaran agama seperti fikih, tafsir, hadis, tauhid, nahwu, sharaf, tasawuf, mantiq, balaghah dll yang biasanya diajarkan melalui kitab kuning.
Tetapi, ditambah kurikulum pelajaran nasional yang meliputi Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKN dan Bahasa Inggris.
Di sisi lain, Sistem Pendidikan Muadalah (SPM) menawarkan pendekatan berbeda. Sistem ini lahir dari pesantren-pesantren yang memiliki tradisi keilmuan Islam kuat dan mandiri. Kurikulum sepenuhnya berbasis kitab kuning, disusun sendiri oleh pesantren, tanpa campur tangan pemerintah dalam konten akademik. Namun, melalui pengakuan resmi, ijazah muadalah kini telah diakui setara dengan pendidikan formal.
Kedua sistem ini merupakan bukti bahwa pesantren tidak menolak modernitas, melainkan meresponsnya dengan cara khas pesantren: menjaga tradisi, menyerap hal baru, dan tetap berakar pada nilai-nilai keislaman.
Ada satu kaidah yang menyebutkan:
المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ
Artinya: “Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menerapkan nilai-nilai baru yang lebih baik.”
Pendidikan pesantren yang mengajarkan tradisi lama yaitu kitab-kitab klasik (turots), tapi juga mengambil yang baru dengan mengembangkan kurikulum formal dan teknologi adalah kolaborasi antara tradisi dan inovasi sebagai kunci untuk mencetak generasi yang unggul secara spiritual, intelektual, dan sosial.
Pendidikan diniyah formal dan muadalah bukan hanya alternatif pendidikan, melainkan jawaban konkret atas tantangan zaman. Sehingga pesantren tidak lagi dianggap sebelah mata.
Pesantren melalui dua jalur ini terus berkontribusi mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter, religius, dan berjiwa sosial tinggi. Inilah wajah pendidikan Islam yang inklusif, adaptif, dan tetap setia pada ruhnya.
Pendidikan Diniyah Formal (PDF) Pesantren Darussalam Martapura
PDF Ponpes Darussalam Martapura diselenggarakan mulai dari jenjang Ula (setingkat SD/MI), Wustha (setingkat SMP/MTs), hingga Ulya (setingkat SMA/MA).
Pembelajarannya 2 hari dalam seminggu yaitu Senin dan Kamis khusus Wustha (setingkat MTs), Selasa dan Jumat khusus Ulya (setingkat MA). Untuk santri putri setiap pagi dan santri putra setiap sore menyesuaikan pembelajaran di ponpes Darussalam setiap pagi santri putra turun dan santri putri sorenya.
PDF telah terakreditasi oleh Kementerian Agama RI dan alumninya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan bisa menjadi seorang bintara Polri maupun TNI.
PDF ini menjadi jawaban atas tantangan zaman dalam membekali santri dengan ijazah formal tanpa harus kehilangan ruh pendidikan agama.
Sistem Pendidikan Muadalah Madrasah Darussalam Tahfiz & Ilmu Al-Qur’an Martapura
Selain PDF, Darussalam Martapura juga menyelenggarakan Sistem Pendidikan Muadalah, khususnya melalui Madrasah Darussalam Tahfiz & Ilmu Al-Qur’an.
Sistem Muadalah adalah pendidikan pesantren yang diakui kesetaraannya secara hukum dengan madrasah formal, namun tidak mengikuti kurikulum nasional, melainkan murni menggunakan kurikulum pesantren yang telah memenuhi standar mutu pendidikan.
Keunggulan SPM Madrasah Darussalam Tahfizh & Ilmu Al-Qur’an Martapura:
– Fokus utama pada hafalan Al-Qur’an (30 juz) dengan metode talaqqi dan tahsin.
– Santri mendapatkan pengajaran ilmu-ilmu alat (nahwu, sharaf dll) untuk menunjang pemahaman Al-Qur’an.
– Sistem ini diakui oleh Kementerian Agama melalui SK Muadalah, sehingga alumninya dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Sistem muadalah menjadi solusi bagi santri yang ingin mendalami Al-Qur’an secara intensif tanpa kehilangan legalitas akademik.
Sinergi Dua Sistem, Satu Tujuan
Dengan dua sistem ini, Darussalam Martapura berhasil menghadirkan pendidikan yang seimbang antara tradisi keilmuan pesantren dengan pengakuan formal negara. Santri tidak hanya menguasai ilmu agama secara mendalam, tetapi juga memperoleh akses luas ke jenjang pendidikan tinggi dan dunia kerja.
*Penulis adalah Alumni PP. Darussalam dan sebagai Wakil Ketua LTN NU Kabupaten Banjar
Penulis : Ahmad Mursyidi Editor Muhammad Fahrie
