November 9, 2025
62d8fb7e32038_20220721140846-1

Ilustrasi, sumber: rspondokindah.co.id

Refleksi Menyambut Pekan Menyusui Sedunia, 1–7 Agustus 2025

Oleh: Diah Olva Sari Alumni Pondok pesantren Al-Falah Puteri Banjarbaru. Aktivis perempuan Nahdliyin.

Albanjari.com, Setiap tanggal 1 hingga 7 Agustus, dunia memperingati Pekan Menyusui Sedunia, bukan sekadar agenda kesehatan, tapi juga momen untuk menghormati cinta yang bersenyawa dalam tubuh ibu. Cinta yang tidak diam, tapi bekerja: melalui malam tanpa tidur, rasa sakit di punggung, tangis lirih yang tak tahu waktu.

Di balik satu tegukan ASI, ada peluh, ada doa, ada ketakutan dan keberanian yang bertarung diam-diam. Namun sering kali, perjuangan ini justru dikerdilkan oleh penilaian orang lain: “Kok belum berhenti menyusu?”, “Nggak takut anak jadi manja?”, “Anak cowok lho, nanti gimana?”

Tulisan ini bukan hanya untuk ibu yang menyusui, tapi juga untuk mereka yang pernah menyusui, yang berhenti di tengah jalan, yang gagal, bahkan yang memilih atau terpaksa memberikan susu formula. Karena jalan menjadi ibu tak hanya satu, tapi semua layak disebut: perjuangan.

Islam dan ASI: Tuntunan yang Penuh Kasih

Dalam khazanah Islam, menyusui bukan sekadar perkara medis. Ia juga bagian dari ibadah. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman:

وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233)

Dua tahun adalah masa ideal yang disarankan syariat. Tapi Al-Qur’an juga tidak memaksa. Jika harus disapih lebih awal, boleh selama ada musyawarah antara ibu dan ayah, dan tidak membahayakan anak. Islam memberi ruang, bukan tekanan.

Mitos yang Masih Menghantui

Saya masih sering mendengar ucapan seperti ini:
“Jangan terlalu lama nyusuin anak laki-laki, nanti jadi lembek.”
Atau:
“Kalau lewat dua tahun, bisa ganggu psikologisnya, loh.”

Padahal, tidak ada satu pun riset ilmiah yang mendukung klaim tersebut. Sebaliknya, penelitian dari berbagai jurnal kesehatan global menunjukkan bahwa lama menyusui justru memberi manfaat besar bagi perkembangan otak, emosional, dan kesehatan jangka panjang anak, baik laki-laki maupun perempuan.

Apa Kata Ilmu?

Mari kita tengok data:
» Penelitian oleh Victora et al. (The Lancet, 2016) menunjukkan bahwa anak-anak yang disusui lebih lama memiliki IQ lebih tinggi, performa akademik yang lebih baik, serta potensi penghasilan yang lebih tinggi ketika dewasa.

» Studi dalam American Journal of Clinical Nutrition (2015) menemukan bahwa lamanya menyusui berkorelasi positif dengan pertumbuhan otak dan kestabilan emosional anak.

» WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun merekomendasikan agar bayi diberi ASI eksklusif selama enam bulan, lalu dilanjutkan bersama MPASI hingga usia dua tahun atau lebih.

Jadi jika masih ada yang berkata bahwa menyusui anak laki-laki terlalu lama bisa mengganggu mentalnya, maka yang dibutuhkan bukan debat, tapi edukasi.

Ketika ASI Tak Datang, Bolehkah Menangis?

Namun kita juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa tidak semua ibu bisa menyusui. Ada yang ASI-nya tidak keluar, ada yang mengalami stres berat, ada yang ditinggal pasangan, ada pula yang harus bekerja di tempat tanpa fasilitas laktasi.

Beberapa akhirnya mengambil keputusan untuk memberi susu formula. Dan itu bukan dosa, bukan kegagalan dan bukan aib.

Sebab mencintai anak tidak hanya soal apa yang diberikan, tetapi bagaimana dan dengan apa hati kita memberinya.

Semua ibu sedang berperang di medannya masing-masing. Dan kita, yang tidak sedang berada di medan itu, tugasnya satu: mendukung, bukan menghakimi.

Tradisi Lama, Ilmu Baru

Di masyarakat kita, masih banyak tradisi atau nasihat yang diwariskan turun-temurun. Beberapa berguna, namun tidak sedikit yang keliru. Misalnya:
» ASI nggak bergizi setelah anak berusia satu tahun.
» Bayi baru lahir perlu diberi air putih biar nggak haus.
» Terlalu lama menyusui anak laki-laki bisa melemahkan karakternya.

Padahal, riset mutakhir membuktikan bahwa ASI tetap mengandung antibodi, enzim, dan nutrisi penting bahkan setelah anak berusia dua tahun. Dan bayi baru lahir, sesuai anjuran WHO, tidak boleh diberi air putih karena bisa membahayakan keseimbangan elektrolit tubuhnya.

Tantangan dan Jalan Tengah

Berikut beberapa tantangan umum yang dihadapi ibu menyusui dan bagaimana kita bisa membantu:

Tantangan : Apa yang bisa kita lakukan?
» Akses informasi terbatas : Sediakan informasi dengan bahasa lokal, gambar, dan video
» Tekanan dari keluarga : Ajak berdialog dengan pendekatan lembut dan berbasis bukti
» Merasa lelah dan sendiri : Bangun komunitas dukungan, baik daring maupun luring
» Merasa bersalah saat memilih susu formula : Ingatkan bahwa cinta ibu tak diukur dari jenis susu yang diberikan

Bukan Soal Lama, Tapi Soal Cinta

Menyusui bukan perlombaan.
Bukan kompetisi siapa paling tahan.
Bukan medali siapa paling alami.

Ini adalah ritus cinta. Ada yang mulus jalannya, ada yang berdarah-darah. Ada yang penuh pelukan, ada yang penuh tangisan di malam hari.
Ada yang bertahan dua tahun, ada yang berhenti dalam dua minggu.

Tak satu pun dari itu lebih mulia dari yang lain. Karena setiap langkah seorang ibu adalah laku pengorbanan.

Penutup: Peluk, Bukan Hakimi

Di tengah suara-suara nyaring yang menghakimi pilihan seorang ibu, barangkali yang paling ia butuhkan adalah satu bisikan kecil: “Kamu sudah berusaha, dan itu cukup.”

Selamat memperingati Pekan Menyusui Sedunia. Mari bantu ciptakan ruang yang lebih aman bagi para ibu. Bukan untuk memberi tahu mereka harus bagaimana, tapi untuk mendengarkan apa yang sedang mereka perjuangkan.

Karena menyusui, seperti halnya menjadi ibu, adalah panggilan jiwa,
Penuh luka, penuh cinta dan selalu layak diperjuangkan.


Editor: Muhammad Fahrie

cropped-Coklat_Hitam_Simpel_Kata_Motivasi_Kiriman_Instagram__16_-removebg-preview
Admin Albanjari